Orang tua senantiasa menginginkan anak yang
bermanfaat bagi manusia yang lain— terlepas dari seberapa pintar dan pandai
anaknya— yang terpenting anaknya menjadi orang baik dan bermanfaat bagi
sesamanya. Sama halnya dengan kedua orang tua saya, mereka sering kali
memberikan pembelajaran-pembelajaran tentang etika dan agama secara tidak
langsung. Seperti halnya memprioritaskan orang lain yang sedang membutuhkan
ketimbang memenuhi keinginan kita sendiri, pentingnya menjadi pribadi yang
rendah hati, pun mengajarkan sepintar apapun kita—jika tidak memiliki hati yang
baik—apa artinya kepintaran tersebut?
Bagi keluarga saya, saya adalah seorang anak bungsu
yang acap kali membuat kejutan-kejutan bagi mereka. Dari mulai hobi saya yang
beragam, kabar-kabar baik yang selalu saya bagikan pada mereka, sampai
pencapaian-pencapaian yang beberapa kali membuat mereka tersenyum bahagia.
Dilain sisi, sekarang saya menjadi harapan terbesar bagi mereka. Mereka
menitipkan harapan yang begitu besar kepada saya untuk dapat—
setidaknya—mencapai apa yang dahulu tak sempat kedua orang tua saya capai.
Namun, mereka tak membebani saya akan hal tersebut. Mereka selalu mendukung
apapun kegiatan yang saya lakukan; aktif di himpunan, aktif di komunitas stand
up comedy, aktif di kegiatan-kegiatan sosial, dan kegiatan lainnya. Mereka tak
pernah melarang saya untuk mengekspresikan dan menyalurkan hobi-hobi saya
selama itu tidak merugikan. Mereka menitipkan kepercayaan sepenuhnya bahwa saya
tidak akan melakukan hal-hal yang tidak baik seperti; merokok, minum minuman
keras, dll. Maka dari itu, saya selalu berusaha untuk terus menjaga kepercayaan
mereka meskipun sudah menjadi anak kos yang jarang pulang ke rumah dan jauh
dari pengawasan mereka.
Dewasa ini, saya semakin sadar akan pentingnya peran
orang tua yang membiayai saya untuk kuliah. Seperti yang dilansir dari laman www.cnbcindonesia.com, Indonesia masuk dalam 15 besar negara
dengan biaya pendidikan termahal menurut survey yang dilakukan oleh HSBC dan
Indonesia berada di peringkat 13. Dengan begitu, orang tua saya harus banting
tulang demi membiayai saya kuliah—lengkap dengan biaya sewa dan biaya hidup
indekos. Dalam hati kecil saya, ingin sekali meringankan beban mereka dengan
mencoba berbisnis berjualan keripik dll, namun tidak berjalan dengan lancar.
Saya pun mencoba mencari-cari informasi mengenai beasiswa yang dapat saya ajukan,
dan muncul lah Beasiswa Bazma Pertamina. Semoga rezeki dari Allah untuk saya
diperantarakan oleh Beasiswa Bazma Pertamina ini, Aamiin.
Mengenai kontribusi untuk Indonesia, pada akhir
September 2014, saya mewakili Kota Bandung dan Indonesia untuk mengikuti ajang
turnamen sepakbola Borneo cup di Kota
Kinabalu, Sabah, Malaysia. Setelah melalui proses penyeleksian—yang lumayan
panjang—disalah satu klub sepakbola di Bandung, alhamdulillah saya terpilih untuk
ikut bersama rekan tim yang lain terbang ke Malaysia. Dalam ajang ini, kami
keluar sebagai juara ke-3 kelompok umur 15 tahun. Air mata tak dapat saya
bendung ketika mengumandangkan Indonesia raya dan mengibarkan bendera merah
putih di negeri tetangga dengan persaan bangga telah sedikit menorehkan
prestasi untuk tanah air tercinta.
Saat ini, saya sedang aktif di kegiatan sosial di
kampung halaman saya yaitu Ciparay, Kabupaten Bandung. Bersama teman-teman
pemuda yang lain, kami sedang membangun kegiatan yang dinamai “Rumah Literasi
Ciparay”, dimana Rumah Literasi ini akan menjadi wadah bagi para generasi muda
untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas sesuai dengan minat dan bakat
mereka. Terbentuknya Rumah Literasi ini di latar belakangi oleh banyaknya generasi
muda (Ciparay khususnya) yang kurang memiliki minat baca dan terkesan
menyepelekan pendidikan. Berdasarkan data dari World’s Most Literate Nations
2016*, Indonesia berada pada posisi ke-60
mengenai minat baca penduduknya. Maka dari itu, kami berinisiatif
melakukan gerakan sosial ini dengan niat dan tujuan yang baik. Kami memiliki
media sosial instagram @rumahliterasi.cpr untuk memberikan informasi mengenai
kegiatan-kegiatan kami.
Kedepannya, saya ingin terlibat
secara langsung untuk menajadi Agent of
Change bagi Indonesia. Artinya saya ingin berkontribusi dalam pusat
kemajuan dan perubahan bangsa Indonesia. Mungkin terlalu luas jika cakupannya
menjadi agen perubahan saja, namun saya mempunyai hobi dan kegemaran dalam
bidang menulis, terutama menulis sajak. Maka dari itu, saya ingin menjadi Agent of Change dalam bidang sastra dan
literasi untuk Indonesia. Seperti kata Pram “Menulis adalah Melawan” artinya
menulis merupakan pergerakan melawan ketertinggalan serta mencatat apa yang
telah, sedang, dan akan terjadi.
Bagaimanapun kontribusi saya, saya
hanyalah salah satu dari sekian banyak pemuda Indonesia yang mempunyai
keinginan yang sama untuk kemajuan negaranya. Terlepas dari itu semua, alangkah
lebih baik jika kita dapat menyebarkan semangat pergerakan perubahan kepada
seluruh pemuda-pemudi Indonesia. Mari menjadi generasi pembaharu bangsa, Salam
semangat juang perubahan.
terimakasih, saya termotivasi.
BalasHapus